Biografi Masyayikh Nusantara
KH. ADLAN ALY (MUHAMMAD ADLAN ALY)
Setelah cukup lama berguru kepada Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy'ari, KH. Adlan Aly menikah dengan Nyai Hj. Ramlah (putri pamannya). Setelah menikah, KH. Adlan Aly dan istrinya hidup di Cukir. Dari pernikahan tersebut Kiai Adlan mempunyai dua orang putra dan dua orang putri, mereka bernama Nyai. Hj. Mustaghfiroh, KH. Ahmad Hamdan, Nyai. Hj. Solikhah, KH. Abdul Djabbar, dan yang terakhir Maryam (ia wafat saat masih kecil). Setelah menikah dan mempunyai lima anak, beliau berangkat menunaikan haji bersama dengan Sembilan rombongan keluarga besarnya. Tetapi pada tahun 1939 ketika perjalanan pulang seusai menunaikan haji istrinya Nyai. Hj. Ramlah wafat di pulau Weh yang terletak di Aceh dan dimakamkan di sana.
Setelah istri pertamanya wafat, kurang lebih satu tahun Kyai Adlan hidup sendiri. Karena melihat kesendirian tersebut, Hadratus Syaikh memanggilnya dan diajak berbincang-bincang berdua sambil menaiki delman berkeliling pondok pesantren tebuireng. Secara tidak terduga Hadratus Syaikh ingin menjodohkan Kyai Adlan dengan keponakannya Nyai. Hj. Halimah. Atas rasa ta'dzim kepada Hadratus Syaikh Kyai Adlan menerima perjodohan tersebut. Kurang lebih 40 tahun menikah, bertepatan pada tahun 1982 M istrinya Nyai. Hj. Halimah dipanggil Rahmatullah. Semasa hidupnya, Nyai. Hj. Halimah ikut merintis perkembangan pesantren Wali Songo yaitu dengan membantu KH. Adlan Aly dalam mengurus dan mengembangkan pesantren Wali Songo.
Setelah istri keduanya wafat, kesekian kalinya Kyai Adlan menikah dengan Nyai. Hj. Musyaffa'ah Ahmad. Seorang Ustadzah dari desa Keras, Diwek, Jombang. Nyai. Hj. Musyaffa'ah adalah salah satu santrinya pada periode awal. Setelah menikah dengan KH. Adlan Aly, Nyai Hj. Musyaffa'ah tinggal di Cukir dan ikut mengurus dan meneruskan perkembangan pondok pesantren Wali Songo yang telah dirintis Kyai Adlan. Meskipun sudah menjadi istri KH. Adlan Aly, Nyai Hj. Musyaffa'ah tetap berguru kepada Kyai Adlan. Adapun yang dipelajari adalah membaca kitab kuning metode sorogan sebagai bekal beliau untuk mengajar santrinya. Semasa hidupnya, Nyai. Hj. Musyaffa'ah menjalankan peran-peran Nyai. Hj. Halimah sebagai pengganti posisi Nyai. Hj. Halimah. Hal tersebut dilakukannya hingga KH. Adlan Aly wafat pada tahun ke delapan pernikahannya. Tetapi sayangnya pernikahan tersebut tidak dikaruniai anak. Sampai sekarang KH. Musyaffa'ah masih hidup dan tinggal di Pesantren Wali Songo, Jombang.
Tepat pada tanggal 06 Oktober 1990 pagi KH. Adlan Aly pulang ke rahmatullah. Beliau tutup usia tepat 90 tahun. Setelah dirawat di rumah sakit 12 hari lamanya. Sebelum meninggal, KH. Adlan Aly diberi wasiat Kyai. As'ad untuk tidur di kamar pribadinya lewat istri Kyai. As'ad. Wasiat tersebut benar – benar dilaksanakan KH. Adlan Aly. Tidak lama kemudian, Kyai Adlan Aly menyusul Kyai As'ad berpulang ke rahmatullah.
Perjalanan pendidikan
Sejak kecil Mbah Delan belajar ilmu agama kepada pamannya KH. Faqih Abdul Djabbar. Ketika berumur 5 tahun KH. Adlan Aly mulai menghafal Al-Qur'an kepada KH. Munawwar, Sedayu, Gresik. Selain dengan kemauannya sendiri, KH. Adlan Ali juga didukung dengan lingkungannya dalam menghafal Al-Qur'an salah satunya adalah sepupu dan saudara-saudaranya. Sebelum beliau nyantri di Jombang, beliau telah mempunyai hafalan dan sanad Al-Qur'an yang diberikan oleh KH. Muhammad Said seorang ulama' kelahiran Makkah Al-Mukarromah. Kemudian beliau melanjutkan belajarnya ke luar daerah Gresik yaitu di Pesantren Tebuireng bersama dua saudaranya KH. Ma'shum Aly dan KH. Mahbub Aly. Sejak berumur 18 tahun beliau berguru kepada Hadratus Syaikh K.H. Hasyim Asy'ari dan tumbuh berkembang dibawah asuhan pengawasan hadratus syaikh.
Kyai Adlan belajar banyak disiplin ilmu dan kitab – kitab klasik kepada hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy'ari diantaranya yaitu ilmu fiqh, ilmu hadits, ilmu tafsir, dan masih banyak lagi. Karena kecakapan dan kematangan keilmuan yang dimilikinya, Kyai Adlan bersama dengan kakaknya sering diajak berdiskusi Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy'ari tentang permasalahan Fiqh. Ketika nyantri di tebuireng, Kyai Adlan juga mempunyai banyak teman belajar, mereka adalah KH. Muhsin Blitar dan KH. Muhammad Ilyas. Dari sekian banyak santri yang mondok bersama dengan Kyai Adlan, hanya ada satu santri favorit Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy'ari yaitu Kyai Adlan Aly. Karena Hadratus Syaikh sangat segan dan menghormati dengan orang hifdzul Qur'an.
Ketika awal mondok di Tebuireng, Kyai Adlan dibimbing oleh kakak – kakaknya yang sebelumnya lebih dulu nyantri di tebuireng. Ketika kakak tertua Kyai Adlan menikah dengan Nyai. Hj. Khairiyyah dan mendirikan pondok pesantren di Seblak, Kyai Adlan ikut serta membantu perintisan dan perkembangan pesantren tersebut dan membagi waktunya agar tetap berguru kepada Hadratus Syaikh dan mengaji kitab tafsir pada malam hari. Ketika kakak teruanya meninggal, Kyai Adlan tetap membantu pengembangan pesantren yang telah dirintis kakaknya tersebut. Setelah mondok dan berguru kepada Hadratus Syaikh sangat lama, juga didukung dengan bekal pengalaman dan ilmu yang telah didapatkan ketika berguru kepada Hadrats Syaikh, kyai Adlan mulai membantu mengajar di pesantren Tebuireng.
Pendirian Madrasah Muallimat
Dari mondok berumur 18 tahun, mengajar di pondok pesantren, hingga menikah. Kayi Adlan masih tetap setia dan cinta dengan Tebuireng. Rasa cinta beliau tergambarkan dari keikutsertaan Kyai Adlan dalam perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia bersama dengan para kyai dan ulama'. Kyai Adlan ikut serta berjuangan dengan jalan pendidikan. di mana pada masa tersebut pendidikan sangatlah minim didapatkan bagi masyarakat pri bumi karena penjajah tidak memberi kebebasan masyarakat untuk mengenyam pendidikan.
Setelah lama berjuang untuk kemerdekaan, pada waktunya kemerdekaan tiba, semua formatur kehidupan mulai dibenahi satu persatu salah satunya pada pendidikan. KH. Adlan Aly mulai memikirkan pembangunan, pembenahan, dan pengembangan pendidikan khususnya di daerah Cukir, Jombang. Dengan melihat kondisi anak-anak yang putus sekolah selah jenjang Madrasah Ibtidaiyyah di sekitar daerah Cukir, Kyai Adlan mulai berpikir dan mengadakan pertemuan bersama dengan beberapa ulama' dan kepala madrasah ibtidaiyyah di rumah Kyai Adlan untuk mencari solusi bersama.
Setelah berdiskusi yang lama tersebut berjalan, maka muncullah solusi yang telah dicari dan disetujui yaitu para ulama' dan pimpinan Madrasah Ibtidaiyyah setuju dengan pendirian dan perkembangan madrasah khusus putri dengan menjadikan Kyai Adlan sebagai Mudir selaku pengelola madrasah. Pemilihan mudir madrasah bukan dilakukan semena – mena karena Kyai Adlan seorang Kyai dan tokoh masyarakat, tetapi juga karena pertimbangan beberapa hal yaitu Kyai Adlan mempunyai banyak rumah yang dapat dijadikan sebagai ruang kelas dalam belajar dan Kyai Adlan dipandang orang yang mampu dan sanggup membiayai madrasah.
Madrasah Mu'allimat, itu adalah nama madrasah yang telah didirikan atas kesepakatan para Ulama' dan tokoh mayarakat setelah melewati diskusi yang panjang. Dan madrasah tersebut secara langsung dibawahi oleh Kyai Adlan karena beberapa hal yang dijadikan landasannya. Tidak hanya itu, Madrasah tersebut dinamakan Madrasah Mu'allimat karena alasan Kyai Adlan ingin semua murid dan orang yang belajar di madrasah tersebut agar menjadi tenaga kependidikan yang menyalurkan ilmu yang telah didapat sebelumnya kepada semua muridnya dan menginvestasikan semua kekayaannya demi kemajuan madrasah.
Setelah melalui diskusi yang panjang, akhirnya keputusan untuk mendirikan sekolah menengah pertama sederajat dan sekolah menengah atas sederajat khisis putri terpenuhi. Pada tahun 1951 madrasah tingkat SLTP dan SLTA didirikan. Madrasah tersebut diberi nama Madrasah Mu'allimat. Karena pendirian madrasah tersebut setelah terjadinya perang dengan kolonial, maka sarana dan prasarana yang ada pada madrasah tersebut sangatlah tebatas. Tidak hanya itu, gedung yang digunakanpun sangatlah sederhana yaitu gedung bekas penyimpanan tembakau yang dimiliki KH. Adlan Aly. Murid pertama yang belajar di madrasah inipun masih minim sekitar 30 siswi saja.
Salah satu faktor yang menyebabkan krisis social pada masa itu adalah terjadinya penjajahan yang sangat lama di tanah air. Dampak dari penjajahan tersebut adalah melemahnya social masyarakat. Karena social masyarakat melemah, maka biaya pendidikan pada masa setelah penjajahan. Hal tersebut tidak hanya berlaku pada siswa, begitu pula dengan pengajar. Pengajar diminta untuk menyalurkan ilmunya dengan ikhlas dan mengabdikan diri kepada madrasah Mu'allimat. Dimana pengajar tersebut berasal dari anggota musyawarah perumusan ide dalam pembangunan madrasah. Adapun guru yang membantu mengajar di Madrasah Mu'allimat adalah KH. Sansyuri Badawi (Tebuireng), KH. Abdul Manan (Banyuarang), H, Cholil Musthafa (Tebuireng), dan Bapak Abu Hasan (Kayangan).
Pada pertengahan tahun 1952 gedung Mu'allimat dibangun. Pembangunan gedung tersebut tidak hanya berhenti pada saat itu juga, tetapi disetiap tahunnya mengalami renovasi atau perkembangan karena penambahan siswi. Siswi yang belajar di Madrasah tersebut tidak hanya berasal dari daerah jombang saja, melainkan berasal dari berbagai daerah yang ada di Indonesia. Setelah pembangunan Madrasah, KH. Adlan Aly berpikir, dengan tempat tinggal siswi dari luar daerah Jombang. Sebagai solusinya, KH. Adlan Aly membangun asrama yang sederhana. Selain Madrasahnya, asrama yang dibangunnya tersebut mengalami perkembangan terus – menerus hingga asrama tersebut diperluas. Bangunan tersebutlah yang menjadi cikal bakal pondok pesantren Cukir.
Karir
Sejak menjadi santri di pondok pesantren tebuireng, KH. Adlan Aly sangat disegani oleh Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy'ari. Setiap berdiskusi Hadratus Syaikh selalu mengajaknya untuk menyampaikan pemikirannya. Tidak hanya itu, KH. Adlan Aly adalah salah satu santri favoritnya. Selain itu, KH. Adlan Aly juga telah membantu mengurus pesantren milik kakak tertuanya. Tidak heran kalau keilmuannya sangat matang. Setelah dilihat dari pengalaman dan keilmuanny, sejak itu KH. Adlan Aly mulai dipanggil untuk mengajar di Madrasah Mu'allimat. Pada waktu itu tenaga pengajar masih kurang.
Karena tidak mau merepotkan dan bergantung dengan gaji yang diberikan saat mengajar, Kyai Adlan Aly memulai untuk bekerja sampingan dengan belajar berdagang. Beliau banyak membuka usaha dari menjual lampu hiasan untuk delman dimana usaha ini dirintis dengan sang kakak, membuka tokoh kitab dengan melihat situasi kondisi yang dibutuhkan oleh orang saat itu, bertani dengan memperkerjakan orang di tanah miliknya untuk dikelola, sampai dengan berdagang tembakau. Karena kecakapan beliau dalam membaca situasi kondisi, peluang dagang, dan menilai kualitas barang dagangan, usaha yang telah dirintisnya tidak ada yang gagal. Semua usaha yang dijalankannya sukses dan lancar.
Selain mengabdi di Madrasah Mu'alimat dan membuka usaha, beliau juga mengajar di pesantren. Karena keilmuan dan ketawadhu'an KH. Adlan Aly, Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy'ari memberinya amanah untuk mengajar ngaji di pesantren. KH. Adlan Aly mengajar dipesantren ditemani dengan menantu Hadratus Syaikh. Kegiatan mengaji di pesantren biasanya dilaksanakan setiap hari setelah jama'ah shalat Ashar di laksanakan. Pengajian kitab ini di laksanakan di Mushalla pondok pesantren. Adapun kitab yang KH. Adlan Aly ajarkan diantaranya adalah kitab Minhajul Qawim dan Fathul Qarib.
Selain mengajar ngaji kitab di setiap selesai shalat ashar di pondok, beliau juga mengajar mengaji ketika bulan ramadhan yang masyhur di kalangan santri dengan nama kilatan kitab. Kilatan biasanya dilaksanakan setelah shalat Dzuhur di serambi masjid pesantren. Adapun kitab yang dikaji bapa bulan Ramadhan adalah Fathul Qarib. Yang mengikuti pengajian tersebut tidak hanya santri pondok saja, melainkan warga yang tinggal sekitar pondok pesantren juga ikut andil dalam mengahadiri kilatan tersebut.
Di sela – sela kepadatan jadwalnya, KH. Adlan Aly juga menerima santri yang ingin belajar Al – Qur'an kepadanya. Santri tersebut dibimbing dengan telaten terutama bacaannya. Satu – persatu santri yang belajar al – Qur'an kepada beliau di simak bacaannya, apabila ada yang salah beliau langsung spontan membenarkannya. Karena santri yang ingin belajar al – Qur'an tidak hanya satu, maka belajarnya ini dilakukan secara bergantian. Kegiatan ini dilaksanakan setiap selesai shalat maghrib di ndalemnya.
Tidak hanya itu, KH. Adlan Aly juga mengajar di Universitas hasyim Asy'ari atau yang masyhur dengan nama UNHASY. Dengan umurnya yang sudah memasuki lansia, beliau masih bersemangat dalam mengabdikan diri di Tebuireng demi menyalurkan ilmu yang telah didapat kepada para santri dan generasi penerusnya. Di UNHASY beliau mengajar kitab Fathul Wahhab. Setelah kurang lebih dua tahun lamanya, beliau mengundurkan diri karena letak rumah dengan Universitas tempat mengajar jauh. Kemudian beliau mencarikan guru pengganti untuk mengajar. Alasan lain beliau mundur mengajar karena menurutnya banyak urusan yang harus diselesaikan.
Organisasi
Setelah mondok di Tebuireng, KH. Adlan mengabdikan diri di pesantren tempat ia menimba ilmu; hingga beliau dijodohkan dengan putri Hadratus Syaikh. Di madrasah beliau mengajar, di pesantren beliau mengajar mengaji kitab Fathul Wahhab dan Minhajul Qawim, ketika Ramadhan beliau mengaji kitab Fathul Qarib, dan beliau juga mengajar di UNHASY. Semua itu beliau lakukan dengan penuh ikhlas dan senang hati. Beliau juga bersifat netral kepada semuanya, baik itu keluarganya, santrinya, maupun masyarakatnya (tidak memandang derajat).
Menurut tuturan cucunya beliau memnpunyai keistimewaan yang sangat unik yaitu setiap beliau mengaji kitab Fathul Qarib pada bulan Ramadhan BAB Istisqa', langit berubah menjadi mendung dan petang. Setiap beliau membacakan do'a istisqa', hujan tiba – tiba turun. Peristiwa tersebut tidak hanya terjadi sekali saja, tetapi setiap tahun ketika beliau mengaji Fathul Qarib BAB istisqa'.
Beliau juga termasuk orang yang organisatoris juga sosialis. Kenapa dikatakan begitu? Karena dijadwalnya yang padat beliau masih tetap aktif dalam organisasi dan pintar dalam membagi waktu, beliau juga orang yang berinteraksi sosial dengan masyarakat sekitar tanpa membedakan tingkatan. Beliau adalah Kyai yang aktif dalam organisasi Jam'iyyah Nahdlatul Ulama'. Yang bermula dari kegiatan pengajian rutinan MWC NU yang diadakan oleh warga dan biasanya dilaksanakan setiap hari selasa legi dan dipanitiai oleh pengurus MWC NU. Di mana pengajian tersebut diprakarsai oleh kiai – kiai Jombang diantaranya adalah KH. Adlan Aly, KH. Mansyur Anwar, KH, Khusnan, dan lain sebagainya. Selain aktif dalam pengajian, para kiai juga sering berkumpul dalam kegiatan keagamaan lainnya seperti Hadrah. Dengan tujuan memperkuat tradisi membaca shalawat dan mengenalkan kepada masyarakat.
Selain organisasi Jam'iyyah Nadhatul Ulama', KH. Adlan Aly juga aktif dalam organisasi Majlis al – Qurra yang didirikan atas kesepakatan usulan ide para kiai. Hal ini dimulai dari melihat kebiasaan para kiai Hafidz yang bertadarus secara bergantian di Masjid Jami' Sunan Ampel sebelum tarhim subuh berkumandang. Majlis al – Qurra ini tidak hanya membicarakan tentang al – Qur'an saja, tetapi juga membahas tentang organisasi ini kedepannya dan perkembangannya. Majlis al – Qurra ini tidak hanya ada di daerah Jombang saja, berawal amanah KH. Wahid kepada santrinya yang mendapat sanad dari KH. Adlan Aly untuk membentuk komunitas ahli al –Qur'an di Surabaya. Kemudian didirikannya Jam'iyyah ahli Qur'an pada 1 Rajab 1379 H/ 31 Desember 1959 dan Jam'iyyah ini diberi nama Jam'iyyah al – Qurra Wal Hufadz (JQWH) yang diketuai oleh KH. Tubagus Saleh.
Setelah pendirian Jam'iyyah ahli Qur'an, tindakan tersebut ditindak lanjuti dengan mendirikan madrasah Al – Qur'an. Pendirian madrasah al –Qur'an berwal dari sowan KH. Masduqi yang sowan kepada KH. Adlan Aly untuk meminta saran pengumpulan para Kiai yang hafal al – Qur'an dengan tujuan menjaga hafalannya. Kemudian hal tersebut disepakati dan dikumpulkan para kiai untuk mendiskusikan dan penyampaian pendirian madrasah al – Qur'an. Pertama – tama diadakan musyawarah untuk membahas tentang madrasah al – Qur'an yang menghasilkan keputusan sebagai berikut yaitu pendirian madrasah di rumah KH. Mahfudz Jombang, diadakan madrasah al – Qur'an sebulan sekali dengan membaca 15 juz al – Qur'an perpertemuan, dan pertemuan tersebut di adakan rumah – rumah kiai secara bergantian.
Di sisi lain, para Kiai juga aktif terlibat dalam kawasan politik. Pada mulanya perhimpunan terdiri dari beberapa partai politik yang berasaskan islam baik NU, Muhammadiyyah, maupun lainnya. Keterlibatan para Kyai dalam ranah politik tersebut mengakibatkan maindset para Kyai berubah untuk membuat kekuatan politik masing – masing. Karena pada dasarnya sikap dan lingkungan mempengaruhi pola piker seseorang.
Di sela – sela pergejolakan politik, maka munculan tarekat. Hal tersebut dijadikan sebagai awal kemunculan tarekat ini didukung dari pergejolakan politik yang memanas antara pengurus dan NU karena andilnya tokoh – tokoh panutan dalam partai politik seperti Kyai Mustain Romli dalam partai Golkar. Selain dilatar belakangi pergejolakan politik, kemunculan tarekat juga dilatarbelakangi oleh memanasnya Jam'iyyah tarekat yang dipimpin oleh Kyai Mustain Ramli. Karena tarekat yang dipegangnya sanadnya munqathi'. Dalam silsilah sanadnya, Kiai mustain Romli mencantumkan nama ayahnya tepat di atasnya, yang berarti bahwa telah mendapatkan ijazah Mursyid dari ayahnya Kyai Romli Tamim. Tetapi pernyataan tersebut dibantah oleh tokoh tarekat Cukir. Kyai Mustain Romli mendapatkan sanad Mursyid melalui perantara murid ayahnya kyai Usman Ishaqi Surabaya. Selain itu, Kyai Makki Ma'shum – Tokoh Tarekat Cukir – yang pernah menerima wasiat dari Kyai Ramli agar mengantarkan Kyai Mustain Romli ke Kyai Usman Ishaqi untuk menyempurnakan Latifah dan bai'at muraqabah. Tetapi Kyai Mustain menghilangkan Kyai Usman sabagai sanadnya. Hal tersebut menjadi alasan beberapa Kyai untuk berpindah Tarekat yang memiliki sanad muttashil.
Maka para Kyai beranggapan bahwa pendirian tarekat Cukir dipelopori oleh KH. Adlan Aly dan teman – teman Kiai lainnya. Sebelum dibai'at beliau berguru kebeberapa tempat salah satunya adalah kepada Kyai Muslih Abdurrahman, Mragen, Jawa Tengah dan Kyai Ramli Tamim Rejoso. KH. Adlan Aly mendapatkan sanad dari Kyai Muslih Abdurrahman. Kemudian KH. Adlan Adlan Aly dan beberapa teman Kyai yang lainnya dibai'at dan KH. Adlan Aly diberi Ijazah Mursyid oleh Kyai Usman. Setelah dibai'at, KH. Adlan Aly dan teman – temannya bersepakat untuk membuka Khususiyah yang bertempat di masjid Cukir.
Kegiatan Tarekat Cukir dilaksanakan rutin hari senin – sehari sebelum pengajian rutinan selasa legi dilaksanakan – oleh karenanya kegiatan tarekat ini lebih masyhur disebut dengan senenan. Di sisi lain, tarekat rejoso melaksanakan kegiatan tarekat setiap kamis dan lebih masyhur dengan sebutan kemisan. Uniknya penamaan tarekat ini diambil dari hari pelaksanaannya. Karena alasan sanad munqathi', anggota tarekat Cukir didominasi dari perpindahan anggota tarekat Rejoso. Perpindahan anggota tersebut tidak semena – mena langsung sah menjadi anggota, tetapi harus melewati proses panjang mulai dari penyeleksian hingga pembaiatan ulang. Setiap tarekat yang berbeda ajarannya berbeda pula. Sebelum memulai dalam melaksanakan ajaran tarekat, para jama'ahnya melakukan pendekatan diri ke pada tuhannya terlebih dahulu. Yang kemudian dilanjutkan dengan amalan – amalan ajaran tarekat.
Sumber:
1. wawancara Cucu KH. Adlan Al, pada hari Minggu 05 November 2017, pukul 10.30 WIB.
2. Wawancara masyarakat sekitar pondok pesantren.
3. Firdaus, Anang. 2014. Karomah Sang Wali. Jombang: Pustaka Tebuireng
Sosok ulama' yang wara', zuhud, dan tawadlu' beliau adalah Muhammad Adlan Aly (1900-1990) pengasuh Pondok Pesantren Putri Wali Songo, Cukir, Jombang. Dilahirkan di kota Gresik pada tanggal 3 Juni 1900 M tepatnya di Pondok Pesantren Maskumambang yang terletak di Desa Dukun, Sedayu dan wafat pada tanggal 6 Oktober 1990 M/ 17 Rabiul Awwal 1411 H. Dilahirkan dari pasangan Nyai Hj. Muchsinah dan K.H. Ali. Beliau memiliki dua saudara putra bernama K.H. Ma'shum Ali (saudara tertua), H.M Mahbub dan dua putri yang bernama Nyai Hj. Abidah, dan Nyai. Hj. Mus'idah Rohimah. Beliau akrab disapa dengan Mbah Delan oleh santri dan masyarakat Jombang.
Sejak kecil hidup di lingkungan pesantren, Mbah Delan dibesarkan dengan budaya yang ada dalam pesantren tersebut sehingga beliau mempunyai ilmu agama yang sangat kental. Tahun 1859 M/ 1281 H kakeknya K.H. Abdul Jabbar (1325 H/ 1907 M), mendirikan Pesantren Maskumambang, Gresik. Setelah kakeknya wafat, pengasuhan pesantren diambil alih oleh pamannya K.H. Faqih Abdul Djabbar yang sekaligus teman dari hadratus syaikh KH. Hasyim Asy'ari.Setelah cukup lama berguru kepada Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy'ari, KH. Adlan Aly menikah dengan Nyai Hj. Ramlah (putri pamannya). Setelah menikah, KH. Adlan Aly dan istrinya hidup di Cukir. Dari pernikahan tersebut Kiai Adlan mempunyai dua orang putra dan dua orang putri, mereka bernama Nyai. Hj. Mustaghfiroh, KH. Ahmad Hamdan, Nyai. Hj. Solikhah, KH. Abdul Djabbar, dan yang terakhir Maryam (ia wafat saat masih kecil). Setelah menikah dan mempunyai lima anak, beliau berangkat menunaikan haji bersama dengan Sembilan rombongan keluarga besarnya. Tetapi pada tahun 1939 ketika perjalanan pulang seusai menunaikan haji istrinya Nyai. Hj. Ramlah wafat di pulau Weh yang terletak di Aceh dan dimakamkan di sana.
Setelah istri pertamanya wafat, kurang lebih satu tahun Kyai Adlan hidup sendiri. Karena melihat kesendirian tersebut, Hadratus Syaikh memanggilnya dan diajak berbincang-bincang berdua sambil menaiki delman berkeliling pondok pesantren tebuireng. Secara tidak terduga Hadratus Syaikh ingin menjodohkan Kyai Adlan dengan keponakannya Nyai. Hj. Halimah. Atas rasa ta'dzim kepada Hadratus Syaikh Kyai Adlan menerima perjodohan tersebut. Kurang lebih 40 tahun menikah, bertepatan pada tahun 1982 M istrinya Nyai. Hj. Halimah dipanggil Rahmatullah. Semasa hidupnya, Nyai. Hj. Halimah ikut merintis perkembangan pesantren Wali Songo yaitu dengan membantu KH. Adlan Aly dalam mengurus dan mengembangkan pesantren Wali Songo.
Setelah istri keduanya wafat, kesekian kalinya Kyai Adlan menikah dengan Nyai. Hj. Musyaffa'ah Ahmad. Seorang Ustadzah dari desa Keras, Diwek, Jombang. Nyai. Hj. Musyaffa'ah adalah salah satu santrinya pada periode awal. Setelah menikah dengan KH. Adlan Aly, Nyai Hj. Musyaffa'ah tinggal di Cukir dan ikut mengurus dan meneruskan perkembangan pondok pesantren Wali Songo yang telah dirintis Kyai Adlan. Meskipun sudah menjadi istri KH. Adlan Aly, Nyai Hj. Musyaffa'ah tetap berguru kepada Kyai Adlan. Adapun yang dipelajari adalah membaca kitab kuning metode sorogan sebagai bekal beliau untuk mengajar santrinya. Semasa hidupnya, Nyai. Hj. Musyaffa'ah menjalankan peran-peran Nyai. Hj. Halimah sebagai pengganti posisi Nyai. Hj. Halimah. Hal tersebut dilakukannya hingga KH. Adlan Aly wafat pada tahun ke delapan pernikahannya. Tetapi sayangnya pernikahan tersebut tidak dikaruniai anak. Sampai sekarang KH. Musyaffa'ah masih hidup dan tinggal di Pesantren Wali Songo, Jombang.
Tepat pada tanggal 06 Oktober 1990 pagi KH. Adlan Aly pulang ke rahmatullah. Beliau tutup usia tepat 90 tahun. Setelah dirawat di rumah sakit 12 hari lamanya. Sebelum meninggal, KH. Adlan Aly diberi wasiat Kyai. As'ad untuk tidur di kamar pribadinya lewat istri Kyai. As'ad. Wasiat tersebut benar – benar dilaksanakan KH. Adlan Aly. Tidak lama kemudian, Kyai Adlan Aly menyusul Kyai As'ad berpulang ke rahmatullah.
Perjalanan pendidikan
Sejak kecil Mbah Delan belajar ilmu agama kepada pamannya KH. Faqih Abdul Djabbar. Ketika berumur 5 tahun KH. Adlan Aly mulai menghafal Al-Qur'an kepada KH. Munawwar, Sedayu, Gresik. Selain dengan kemauannya sendiri, KH. Adlan Ali juga didukung dengan lingkungannya dalam menghafal Al-Qur'an salah satunya adalah sepupu dan saudara-saudaranya. Sebelum beliau nyantri di Jombang, beliau telah mempunyai hafalan dan sanad Al-Qur'an yang diberikan oleh KH. Muhammad Said seorang ulama' kelahiran Makkah Al-Mukarromah. Kemudian beliau melanjutkan belajarnya ke luar daerah Gresik yaitu di Pesantren Tebuireng bersama dua saudaranya KH. Ma'shum Aly dan KH. Mahbub Aly. Sejak berumur 18 tahun beliau berguru kepada Hadratus Syaikh K.H. Hasyim Asy'ari dan tumbuh berkembang dibawah asuhan pengawasan hadratus syaikh.
Kyai Adlan belajar banyak disiplin ilmu dan kitab – kitab klasik kepada hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy'ari diantaranya yaitu ilmu fiqh, ilmu hadits, ilmu tafsir, dan masih banyak lagi. Karena kecakapan dan kematangan keilmuan yang dimilikinya, Kyai Adlan bersama dengan kakaknya sering diajak berdiskusi Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy'ari tentang permasalahan Fiqh. Ketika nyantri di tebuireng, Kyai Adlan juga mempunyai banyak teman belajar, mereka adalah KH. Muhsin Blitar dan KH. Muhammad Ilyas. Dari sekian banyak santri yang mondok bersama dengan Kyai Adlan, hanya ada satu santri favorit Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy'ari yaitu Kyai Adlan Aly. Karena Hadratus Syaikh sangat segan dan menghormati dengan orang hifdzul Qur'an.
Ketika awal mondok di Tebuireng, Kyai Adlan dibimbing oleh kakak – kakaknya yang sebelumnya lebih dulu nyantri di tebuireng. Ketika kakak tertua Kyai Adlan menikah dengan Nyai. Hj. Khairiyyah dan mendirikan pondok pesantren di Seblak, Kyai Adlan ikut serta membantu perintisan dan perkembangan pesantren tersebut dan membagi waktunya agar tetap berguru kepada Hadratus Syaikh dan mengaji kitab tafsir pada malam hari. Ketika kakak teruanya meninggal, Kyai Adlan tetap membantu pengembangan pesantren yang telah dirintis kakaknya tersebut. Setelah mondok dan berguru kepada Hadratus Syaikh sangat lama, juga didukung dengan bekal pengalaman dan ilmu yang telah didapatkan ketika berguru kepada Hadrats Syaikh, kyai Adlan mulai membantu mengajar di pesantren Tebuireng.
Pendirian Madrasah Muallimat
Dari mondok berumur 18 tahun, mengajar di pondok pesantren, hingga menikah. Kayi Adlan masih tetap setia dan cinta dengan Tebuireng. Rasa cinta beliau tergambarkan dari keikutsertaan Kyai Adlan dalam perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia bersama dengan para kyai dan ulama'. Kyai Adlan ikut serta berjuangan dengan jalan pendidikan. di mana pada masa tersebut pendidikan sangatlah minim didapatkan bagi masyarakat pri bumi karena penjajah tidak memberi kebebasan masyarakat untuk mengenyam pendidikan.
Setelah lama berjuang untuk kemerdekaan, pada waktunya kemerdekaan tiba, semua formatur kehidupan mulai dibenahi satu persatu salah satunya pada pendidikan. KH. Adlan Aly mulai memikirkan pembangunan, pembenahan, dan pengembangan pendidikan khususnya di daerah Cukir, Jombang. Dengan melihat kondisi anak-anak yang putus sekolah selah jenjang Madrasah Ibtidaiyyah di sekitar daerah Cukir, Kyai Adlan mulai berpikir dan mengadakan pertemuan bersama dengan beberapa ulama' dan kepala madrasah ibtidaiyyah di rumah Kyai Adlan untuk mencari solusi bersama.
Setelah berdiskusi yang lama tersebut berjalan, maka muncullah solusi yang telah dicari dan disetujui yaitu para ulama' dan pimpinan Madrasah Ibtidaiyyah setuju dengan pendirian dan perkembangan madrasah khusus putri dengan menjadikan Kyai Adlan sebagai Mudir selaku pengelola madrasah. Pemilihan mudir madrasah bukan dilakukan semena – mena karena Kyai Adlan seorang Kyai dan tokoh masyarakat, tetapi juga karena pertimbangan beberapa hal yaitu Kyai Adlan mempunyai banyak rumah yang dapat dijadikan sebagai ruang kelas dalam belajar dan Kyai Adlan dipandang orang yang mampu dan sanggup membiayai madrasah.
Madrasah Mu'allimat, itu adalah nama madrasah yang telah didirikan atas kesepakatan para Ulama' dan tokoh mayarakat setelah melewati diskusi yang panjang. Dan madrasah tersebut secara langsung dibawahi oleh Kyai Adlan karena beberapa hal yang dijadikan landasannya. Tidak hanya itu, Madrasah tersebut dinamakan Madrasah Mu'allimat karena alasan Kyai Adlan ingin semua murid dan orang yang belajar di madrasah tersebut agar menjadi tenaga kependidikan yang menyalurkan ilmu yang telah didapat sebelumnya kepada semua muridnya dan menginvestasikan semua kekayaannya demi kemajuan madrasah.
Setelah melalui diskusi yang panjang, akhirnya keputusan untuk mendirikan sekolah menengah pertama sederajat dan sekolah menengah atas sederajat khisis putri terpenuhi. Pada tahun 1951 madrasah tingkat SLTP dan SLTA didirikan. Madrasah tersebut diberi nama Madrasah Mu'allimat. Karena pendirian madrasah tersebut setelah terjadinya perang dengan kolonial, maka sarana dan prasarana yang ada pada madrasah tersebut sangatlah tebatas. Tidak hanya itu, gedung yang digunakanpun sangatlah sederhana yaitu gedung bekas penyimpanan tembakau yang dimiliki KH. Adlan Aly. Murid pertama yang belajar di madrasah inipun masih minim sekitar 30 siswi saja.
Salah satu faktor yang menyebabkan krisis social pada masa itu adalah terjadinya penjajahan yang sangat lama di tanah air. Dampak dari penjajahan tersebut adalah melemahnya social masyarakat. Karena social masyarakat melemah, maka biaya pendidikan pada masa setelah penjajahan. Hal tersebut tidak hanya berlaku pada siswa, begitu pula dengan pengajar. Pengajar diminta untuk menyalurkan ilmunya dengan ikhlas dan mengabdikan diri kepada madrasah Mu'allimat. Dimana pengajar tersebut berasal dari anggota musyawarah perumusan ide dalam pembangunan madrasah. Adapun guru yang membantu mengajar di Madrasah Mu'allimat adalah KH. Sansyuri Badawi (Tebuireng), KH. Abdul Manan (Banyuarang), H, Cholil Musthafa (Tebuireng), dan Bapak Abu Hasan (Kayangan).
Pada pertengahan tahun 1952 gedung Mu'allimat dibangun. Pembangunan gedung tersebut tidak hanya berhenti pada saat itu juga, tetapi disetiap tahunnya mengalami renovasi atau perkembangan karena penambahan siswi. Siswi yang belajar di Madrasah tersebut tidak hanya berasal dari daerah jombang saja, melainkan berasal dari berbagai daerah yang ada di Indonesia. Setelah pembangunan Madrasah, KH. Adlan Aly berpikir, dengan tempat tinggal siswi dari luar daerah Jombang. Sebagai solusinya, KH. Adlan Aly membangun asrama yang sederhana. Selain Madrasahnya, asrama yang dibangunnya tersebut mengalami perkembangan terus – menerus hingga asrama tersebut diperluas. Bangunan tersebutlah yang menjadi cikal bakal pondok pesantren Cukir.
Karir
Sejak menjadi santri di pondok pesantren tebuireng, KH. Adlan Aly sangat disegani oleh Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy'ari. Setiap berdiskusi Hadratus Syaikh selalu mengajaknya untuk menyampaikan pemikirannya. Tidak hanya itu, KH. Adlan Aly adalah salah satu santri favoritnya. Selain itu, KH. Adlan Aly juga telah membantu mengurus pesantren milik kakak tertuanya. Tidak heran kalau keilmuannya sangat matang. Setelah dilihat dari pengalaman dan keilmuanny, sejak itu KH. Adlan Aly mulai dipanggil untuk mengajar di Madrasah Mu'allimat. Pada waktu itu tenaga pengajar masih kurang.
Karena tidak mau merepotkan dan bergantung dengan gaji yang diberikan saat mengajar, Kyai Adlan Aly memulai untuk bekerja sampingan dengan belajar berdagang. Beliau banyak membuka usaha dari menjual lampu hiasan untuk delman dimana usaha ini dirintis dengan sang kakak, membuka tokoh kitab dengan melihat situasi kondisi yang dibutuhkan oleh orang saat itu, bertani dengan memperkerjakan orang di tanah miliknya untuk dikelola, sampai dengan berdagang tembakau. Karena kecakapan beliau dalam membaca situasi kondisi, peluang dagang, dan menilai kualitas barang dagangan, usaha yang telah dirintisnya tidak ada yang gagal. Semua usaha yang dijalankannya sukses dan lancar.
Selain mengabdi di Madrasah Mu'alimat dan membuka usaha, beliau juga mengajar di pesantren. Karena keilmuan dan ketawadhu'an KH. Adlan Aly, Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy'ari memberinya amanah untuk mengajar ngaji di pesantren. KH. Adlan Aly mengajar dipesantren ditemani dengan menantu Hadratus Syaikh. Kegiatan mengaji di pesantren biasanya dilaksanakan setiap hari setelah jama'ah shalat Ashar di laksanakan. Pengajian kitab ini di laksanakan di Mushalla pondok pesantren. Adapun kitab yang KH. Adlan Aly ajarkan diantaranya adalah kitab Minhajul Qawim dan Fathul Qarib.
Selain mengajar ngaji kitab di setiap selesai shalat ashar di pondok, beliau juga mengajar mengaji ketika bulan ramadhan yang masyhur di kalangan santri dengan nama kilatan kitab. Kilatan biasanya dilaksanakan setelah shalat Dzuhur di serambi masjid pesantren. Adapun kitab yang dikaji bapa bulan Ramadhan adalah Fathul Qarib. Yang mengikuti pengajian tersebut tidak hanya santri pondok saja, melainkan warga yang tinggal sekitar pondok pesantren juga ikut andil dalam mengahadiri kilatan tersebut.
Di sela – sela kepadatan jadwalnya, KH. Adlan Aly juga menerima santri yang ingin belajar Al – Qur'an kepadanya. Santri tersebut dibimbing dengan telaten terutama bacaannya. Satu – persatu santri yang belajar al – Qur'an kepada beliau di simak bacaannya, apabila ada yang salah beliau langsung spontan membenarkannya. Karena santri yang ingin belajar al – Qur'an tidak hanya satu, maka belajarnya ini dilakukan secara bergantian. Kegiatan ini dilaksanakan setiap selesai shalat maghrib di ndalemnya.
Tidak hanya itu, KH. Adlan Aly juga mengajar di Universitas hasyim Asy'ari atau yang masyhur dengan nama UNHASY. Dengan umurnya yang sudah memasuki lansia, beliau masih bersemangat dalam mengabdikan diri di Tebuireng demi menyalurkan ilmu yang telah didapat kepada para santri dan generasi penerusnya. Di UNHASY beliau mengajar kitab Fathul Wahhab. Setelah kurang lebih dua tahun lamanya, beliau mengundurkan diri karena letak rumah dengan Universitas tempat mengajar jauh. Kemudian beliau mencarikan guru pengganti untuk mengajar. Alasan lain beliau mundur mengajar karena menurutnya banyak urusan yang harus diselesaikan.
Organisasi
Setelah mondok di Tebuireng, KH. Adlan mengabdikan diri di pesantren tempat ia menimba ilmu; hingga beliau dijodohkan dengan putri Hadratus Syaikh. Di madrasah beliau mengajar, di pesantren beliau mengajar mengaji kitab Fathul Wahhab dan Minhajul Qawim, ketika Ramadhan beliau mengaji kitab Fathul Qarib, dan beliau juga mengajar di UNHASY. Semua itu beliau lakukan dengan penuh ikhlas dan senang hati. Beliau juga bersifat netral kepada semuanya, baik itu keluarganya, santrinya, maupun masyarakatnya (tidak memandang derajat).
Menurut tuturan cucunya beliau memnpunyai keistimewaan yang sangat unik yaitu setiap beliau mengaji kitab Fathul Qarib pada bulan Ramadhan BAB Istisqa', langit berubah menjadi mendung dan petang. Setiap beliau membacakan do'a istisqa', hujan tiba – tiba turun. Peristiwa tersebut tidak hanya terjadi sekali saja, tetapi setiap tahun ketika beliau mengaji Fathul Qarib BAB istisqa'.
Beliau juga termasuk orang yang organisatoris juga sosialis. Kenapa dikatakan begitu? Karena dijadwalnya yang padat beliau masih tetap aktif dalam organisasi dan pintar dalam membagi waktu, beliau juga orang yang berinteraksi sosial dengan masyarakat sekitar tanpa membedakan tingkatan. Beliau adalah Kyai yang aktif dalam organisasi Jam'iyyah Nahdlatul Ulama'. Yang bermula dari kegiatan pengajian rutinan MWC NU yang diadakan oleh warga dan biasanya dilaksanakan setiap hari selasa legi dan dipanitiai oleh pengurus MWC NU. Di mana pengajian tersebut diprakarsai oleh kiai – kiai Jombang diantaranya adalah KH. Adlan Aly, KH. Mansyur Anwar, KH, Khusnan, dan lain sebagainya. Selain aktif dalam pengajian, para kiai juga sering berkumpul dalam kegiatan keagamaan lainnya seperti Hadrah. Dengan tujuan memperkuat tradisi membaca shalawat dan mengenalkan kepada masyarakat.
Selain organisasi Jam'iyyah Nadhatul Ulama', KH. Adlan Aly juga aktif dalam organisasi Majlis al – Qurra yang didirikan atas kesepakatan usulan ide para kiai. Hal ini dimulai dari melihat kebiasaan para kiai Hafidz yang bertadarus secara bergantian di Masjid Jami' Sunan Ampel sebelum tarhim subuh berkumandang. Majlis al – Qurra ini tidak hanya membicarakan tentang al – Qur'an saja, tetapi juga membahas tentang organisasi ini kedepannya dan perkembangannya. Majlis al – Qurra ini tidak hanya ada di daerah Jombang saja, berawal amanah KH. Wahid kepada santrinya yang mendapat sanad dari KH. Adlan Aly untuk membentuk komunitas ahli al –Qur'an di Surabaya. Kemudian didirikannya Jam'iyyah ahli Qur'an pada 1 Rajab 1379 H/ 31 Desember 1959 dan Jam'iyyah ini diberi nama Jam'iyyah al – Qurra Wal Hufadz (JQWH) yang diketuai oleh KH. Tubagus Saleh.
Setelah pendirian Jam'iyyah ahli Qur'an, tindakan tersebut ditindak lanjuti dengan mendirikan madrasah Al – Qur'an. Pendirian madrasah al –Qur'an berwal dari sowan KH. Masduqi yang sowan kepada KH. Adlan Aly untuk meminta saran pengumpulan para Kiai yang hafal al – Qur'an dengan tujuan menjaga hafalannya. Kemudian hal tersebut disepakati dan dikumpulkan para kiai untuk mendiskusikan dan penyampaian pendirian madrasah al – Qur'an. Pertama – tama diadakan musyawarah untuk membahas tentang madrasah al – Qur'an yang menghasilkan keputusan sebagai berikut yaitu pendirian madrasah di rumah KH. Mahfudz Jombang, diadakan madrasah al – Qur'an sebulan sekali dengan membaca 15 juz al – Qur'an perpertemuan, dan pertemuan tersebut di adakan rumah – rumah kiai secara bergantian.
Di sisi lain, para Kiai juga aktif terlibat dalam kawasan politik. Pada mulanya perhimpunan terdiri dari beberapa partai politik yang berasaskan islam baik NU, Muhammadiyyah, maupun lainnya. Keterlibatan para Kyai dalam ranah politik tersebut mengakibatkan maindset para Kyai berubah untuk membuat kekuatan politik masing – masing. Karena pada dasarnya sikap dan lingkungan mempengaruhi pola piker seseorang.
Di sela – sela pergejolakan politik, maka munculan tarekat. Hal tersebut dijadikan sebagai awal kemunculan tarekat ini didukung dari pergejolakan politik yang memanas antara pengurus dan NU karena andilnya tokoh – tokoh panutan dalam partai politik seperti Kyai Mustain Romli dalam partai Golkar. Selain dilatar belakangi pergejolakan politik, kemunculan tarekat juga dilatarbelakangi oleh memanasnya Jam'iyyah tarekat yang dipimpin oleh Kyai Mustain Ramli. Karena tarekat yang dipegangnya sanadnya munqathi'. Dalam silsilah sanadnya, Kiai mustain Romli mencantumkan nama ayahnya tepat di atasnya, yang berarti bahwa telah mendapatkan ijazah Mursyid dari ayahnya Kyai Romli Tamim. Tetapi pernyataan tersebut dibantah oleh tokoh tarekat Cukir. Kyai Mustain Romli mendapatkan sanad Mursyid melalui perantara murid ayahnya kyai Usman Ishaqi Surabaya. Selain itu, Kyai Makki Ma'shum – Tokoh Tarekat Cukir – yang pernah menerima wasiat dari Kyai Ramli agar mengantarkan Kyai Mustain Romli ke Kyai Usman Ishaqi untuk menyempurnakan Latifah dan bai'at muraqabah. Tetapi Kyai Mustain menghilangkan Kyai Usman sabagai sanadnya. Hal tersebut menjadi alasan beberapa Kyai untuk berpindah Tarekat yang memiliki sanad muttashil.
Maka para Kyai beranggapan bahwa pendirian tarekat Cukir dipelopori oleh KH. Adlan Aly dan teman – teman Kiai lainnya. Sebelum dibai'at beliau berguru kebeberapa tempat salah satunya adalah kepada Kyai Muslih Abdurrahman, Mragen, Jawa Tengah dan Kyai Ramli Tamim Rejoso. KH. Adlan Aly mendapatkan sanad dari Kyai Muslih Abdurrahman. Kemudian KH. Adlan Adlan Aly dan beberapa teman Kyai yang lainnya dibai'at dan KH. Adlan Aly diberi Ijazah Mursyid oleh Kyai Usman. Setelah dibai'at, KH. Adlan Aly dan teman – temannya bersepakat untuk membuka Khususiyah yang bertempat di masjid Cukir.
Kegiatan Tarekat Cukir dilaksanakan rutin hari senin – sehari sebelum pengajian rutinan selasa legi dilaksanakan – oleh karenanya kegiatan tarekat ini lebih masyhur disebut dengan senenan. Di sisi lain, tarekat rejoso melaksanakan kegiatan tarekat setiap kamis dan lebih masyhur dengan sebutan kemisan. Uniknya penamaan tarekat ini diambil dari hari pelaksanaannya. Karena alasan sanad munqathi', anggota tarekat Cukir didominasi dari perpindahan anggota tarekat Rejoso. Perpindahan anggota tersebut tidak semena – mena langsung sah menjadi anggota, tetapi harus melewati proses panjang mulai dari penyeleksian hingga pembaiatan ulang. Setiap tarekat yang berbeda ajarannya berbeda pula. Sebelum memulai dalam melaksanakan ajaran tarekat, para jama'ahnya melakukan pendekatan diri ke pada tuhannya terlebih dahulu. Yang kemudian dilanjutkan dengan amalan – amalan ajaran tarekat.
Sumber:
1. wawancara Cucu KH. Adlan Al, pada hari Minggu 05 November 2017, pukul 10.30 WIB.
2. Wawancara masyarakat sekitar pondok pesantren.
3. Firdaus, Anang. 2014. Karomah Sang Wali. Jombang: Pustaka Tebuireng
Komentar
Posting Komentar